Minggu, 01 Juli 2012

Amanah



Menunaikan amanah bukanlah pekerjaan ringan. Bahkan langit, bumi dan gunung tidak mampu mengembannya. “Sesungguhnya kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia.” QS. Al Ahzab: 72.
Manusia diberi beban amanah karena ia memiliki kemampuan berbeda dengan benda-benda padat. Manusia memiliki hati dan akal pikiran, keimanan, perasaan kasih sayang, empati kepada sesama yang mendukungnya menunaikan amanah.
Amanah itu menentukan nasib sebuah bangsa. Jika setiap orang menjalankan tugasnya dengan penuh amanah dan tanggung jawab maka selamatlah mereka. Sebaliknya jika diselewengkan maka hancurlah sebuah bangsa. Sehingga Rasulullah saw mengingatkan dalam sebuah haditsnya, “Bila amanah disiasiakan, maka tunggulah kehancurannya. Dikatakan, bagaimana bentuk penyianyiaannya?. Beliau bersabda, “Bila persoalan diserahkan kepada orang yang tidak berkompeten, maka tunggulah kehancurannya”. (Bukhari dan Muslim).
Namun demikian amanah itu memiliki tingakatan dan kadar berat ringannya. Beratnya amanah dipengaruhi oleh faktor kapabilitas dan ruang lingkup dan cakupan penunaiannya. Semakin tinggi kapabilitas seseorang, maka ia amanahnya semakin berat. Semakin tinggi jabatan seseorang dan semakin luas ruang lingkup tugasnya maka semakin berat pula amanahnya. Di sini bisa katakan bahwa amanah kepemimpinan adalah paling berat. Tak heran bila ayat-ayat Al-Quran yang memerintahkan amanah seperti di atas lebih ditujukan kepada para pemimpin, pejabat publik, dan penegak hukum. Karenanya, Islam memiliki perhatian besar terhadap masalah yang satu ini.
Karenanya, para ulama yang memiliki perhatian besar terhadap kepemimpinan dan politik Islam rata-rata memiliki buku khusus menguraikan hal ini. Ibnu Taimiyah misalnya memiliki buku “Al-Ahkam as-Sulthaniyah” (hukum-hukum terkait kekuasaan). Di dalamnya Ibnu Taimiyah menguraikan urgensi kepemimpinan: ”Penunjukkan seseorang sebagai pemimpin merupakan salah satu tugas agama yang paling besar. Bahkan agama tidak akan tegak, begitu juga dunia tidak akan baik tanpa keberadaan pemimpin. Kemaslahatan umat manusia tidak akan terwujud kecuali dengan menata kehidupan sosial, karena sebagian mereka memerlukan sebagian yang lain. Dalam konteks ini, kehidupan sosial tidak akan berjalan dengan baik dan teratur tanpa keberadaan seorang pemimpin”.
Terkait hal yang sama Imam Ghazali menegaskan, “Dunia adalah ladang akhirat, Agama tidak akan sempurna kecuali dengan dunia. Kekuasaan dan agama adalah kembaran. Agama adalah tiang sedangkan penguasa adalah penjaganya. Bangunan tanpa tiang akan roboh dan apa yang tidak dijaga akan hilang. Keteraturan dan kedisiplinan tidak akan terwujud kecuali dengan keberadaan penguasa”.
Inilah yang menjadi alasan kenapa pemimpin itu memiliki amanah lebih berat di banding lainnya. Semakin tinggi cakupan kepemimpinannya semakin berat amanahnya. Itu juga diperjelas dengan sabda Rasulullah saw., “Setiap kalian adalah pemimpin dan karenanya akan diminta pertanggungjawaban tentang kepemimpinannya. Amir adalah pemimpin dan akan diminta pertanggungjawaban tentang mereka. Lelaki adalah pemimpin di tengah keluarganya dan ia akan diminta pertanggungjawaban tentang mereka. Seorang wanita adalah pemimpin di rumah suaminya dan atas anak-anaknya dan ia akan diminta pertanggungjawaban tentangnya. Seorang hamba adalah pemimpin atas harta tuannya dan ia akan diminta pertanggungjawaban tentang itu. Dan setiap kalian akan diminta pertanggungjawaban tentang kepemimpinannya.” (Muttafaq ‘Alaih)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar