Menunaikan amanah bukanlah pekerjaan ringan. Bahkan langit, bumi dan gunung tidak mampu mengembannya. “Sesungguhnya kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia.” QS. Al Ahzab: 72.
Manusia
diberi beban amanah karena ia memiliki kemampuan berbeda dengan benda-benda
padat. Manusia memiliki hati dan akal pikiran, keimanan, perasaan kasih sayang,
empati kepada sesama yang mendukungnya menunaikan amanah.
Amanah
itu menentukan nasib sebuah bangsa. Jika setiap orang menjalankan tugasnya
dengan penuh amanah dan tanggung jawab maka selamatlah mereka. Sebaliknya jika
diselewengkan maka hancurlah sebuah bangsa. Sehingga Rasulullah saw
mengingatkan dalam sebuah haditsnya, “Bila amanah disiasiakan, maka tunggulah
kehancurannya. Dikatakan, bagaimana bentuk penyianyiaannya?. Beliau bersabda,
“Bila persoalan diserahkan kepada orang yang tidak berkompeten, maka tunggulah
kehancurannya”. (Bukhari dan Muslim).
Namun
demikian amanah itu memiliki tingakatan dan kadar berat ringannya. Beratnya
amanah dipengaruhi oleh faktor kapabilitas dan ruang lingkup dan cakupan
penunaiannya. Semakin tinggi kapabilitas seseorang, maka ia amanahnya semakin
berat. Semakin tinggi jabatan seseorang dan semakin luas ruang lingkup tugasnya
maka semakin berat pula amanahnya. Di sini bisa katakan bahwa amanah
kepemimpinan adalah paling berat. Tak heran bila ayat-ayat Al-Quran yang
memerintahkan amanah seperti di atas lebih ditujukan kepada para pemimpin,
pejabat publik, dan penegak hukum. Karenanya, Islam memiliki perhatian besar
terhadap masalah yang satu ini.
Karenanya,
para ulama yang memiliki perhatian besar terhadap kepemimpinan dan politik
Islam rata-rata memiliki buku khusus menguraikan hal ini. Ibnu Taimiyah
misalnya memiliki buku “Al-Ahkam as-Sulthaniyah” (hukum-hukum terkait
kekuasaan). Di dalamnya Ibnu Taimiyah menguraikan urgensi kepemimpinan:
”Penunjukkan seseorang sebagai pemimpin merupakan salah satu tugas agama yang
paling besar. Bahkan agama tidak akan tegak, begitu juga dunia tidak akan baik
tanpa keberadaan pemimpin. Kemaslahatan umat manusia tidak akan terwujud
kecuali dengan menata kehidupan sosial, karena sebagian mereka memerlukan
sebagian yang lain. Dalam konteks ini, kehidupan sosial tidak akan berjalan
dengan baik dan teratur tanpa keberadaan seorang pemimpin”.
Terkait
hal yang sama Imam Ghazali menegaskan, “Dunia adalah ladang akhirat, Agama
tidak akan sempurna kecuali dengan dunia. Kekuasaan dan agama adalah kembaran.
Agama adalah tiang sedangkan penguasa adalah penjaganya. Bangunan tanpa tiang
akan roboh dan apa yang tidak dijaga akan hilang. Keteraturan dan kedisiplinan
tidak akan terwujud kecuali dengan keberadaan penguasa”.
Inilah
yang menjadi alasan kenapa pemimpin itu memiliki amanah lebih berat di banding
lainnya. Semakin tinggi cakupan kepemimpinannya semakin berat amanahnya. Itu
juga diperjelas dengan sabda Rasulullah saw., “Setiap kalian adalah pemimpin
dan karenanya akan diminta pertanggungjawaban tentang kepemimpinannya. Amir
adalah pemimpin dan akan diminta pertanggungjawaban tentang mereka. Lelaki
adalah pemimpin di tengah keluarganya dan ia akan diminta pertanggungjawaban
tentang mereka. Seorang wanita adalah pemimpin di rumah suaminya dan atas
anak-anaknya dan ia akan diminta pertanggungjawaban tentangnya. Seorang hamba
adalah pemimpin atas harta tuannya dan ia akan diminta pertanggungjawaban
tentang itu. Dan setiap kalian akan diminta pertanggungjawaban tentang
kepemimpinannya.” (Muttafaq ‘Alaih)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar