Sabtu, 17 November 2012

Menjadi Pemimpin



“Setiap kalian adalah pemimpin dan karenanya akan diminta pertanggungjawaban tentang kepemimpinannya. Amir adalah pemimpin dan akan diminta pertanggungjawaban tentang mereka. Lelaki adalah pemimpin di tengah keluarganya dan ia akan diminta pertanggungjawaban tentang mereka. Seorang wanita adalah pemimpin di rumah suaminya dan atas anak-anaknya dan ia akan diminta pertanggungjawaban tentangnya. Seorang hamba adalah pemimpin atas harta tuannya dan ia akan diminta pertanggungjawaban tentang itu. Dan setiap kalian akan diminta pertanggungjawaban tentang kepemimpinannya.”

Semua orang adalah pemimpin, namun hukum di dunia ini selalu dualitas. Ada pemimpin dan ada orang yang dipimpin. Ada kepala/ketua, ada pelaksana. Ada nahkoda, ada kelasi. Ketika seseorang berperan sebagai “pemimpin” maka dia akan diminta pertanggungjawaban tentang kepemimpinannya.

Agar dapat mempertanggungjawabkan kepemimpinannya, maka seorang pemimpin harus lebih dahulu mampu memimpin hidupnya sendiri, sebelum memimpin hidup orang lain. Kepemimpinan ideal adalah bahwa para pemimpin itu senantiasa mengajak orang yang dipimpinnya kepada jalan Allah dan kemudian secara aplikatif mereka memberikan ketaladanan dengan terlebih dahulu, mencontohkan pengabdian dalam kehidupan sehari-hari.

Pemimpin bukanlah sekedar “boss”, yang minta dihormati, dilayani dan senantisa memakai fasilitas “level boss”, tetapi pemimpin yang memiliki “nurani” yakni sosok pemimpin yang akan memberikan dampak kebaikan dalam kehidupan yang dipimpinnya, mempunyai keteladanan dalam kebaikan secara universal, dan memiliki kesabaran dalam menegakkan kebenaran dengan tetap komitmen menjalankan perintah dan meninggalkan larangan Allah sehingga dapat berhadapan dengan pihak yang justru menginginkan tersebarnya kebathilan dan kemaksiatan.

Pemimpin yang berkarakter “boss” kedudukannya sangat rentan karena ia pemimpin penuh mimpi yang hanya bisa menulis skenario, namun belum tentu bisa mementaskannya. Sebaliknya seorang pemimpin yang memiliki nurani akan mampu menjadi sutradara sekaligus pemain dari lakon yang ditulisnya sehingga menjadi pemimpin yang mampu menciptakan inspirasi.
Pemimpin yang memiliki nurani adalah pemimpin yang mempunyai visi dan misi yang jelas, mampu menerima kegagalan (tidak hanya bisa menyalahkan dan melimpahkan kegagalan pada anak buah), siap menerima kritik dan berusaha mencari solusi bersama dengan orang yang dipimpinnya untuk mengatasi setiap konflik dengan baik dan benar.

Menjadi pemimpin itu “sulit”, namun ingat bahwa “Setiap kalian adalah pemimpin dan karenanya akan diminta pertanggungjawaban tentang kepemimpinannya”.